HaryBlog.com

Sepena Sekata

Menu
  • Home
  • Review
    • Books
  • Thoughts
Menu
belajar pajak

Belajar Pajak Bisa Lebih Asyik, Seperti Main Game!

Posted on August 29, 2025August 29, 2025 by admin

Siapa bilang belajar pajak itu selalu kaku dan bikin pusing?

Bayangkan kalau memahami aturan pajak bisa terasa seperti menuntaskan misi dalam sebuah game. Ada levelnya, ada tantangan, bahkan ada reward yang bikin semangat.

Dengan cara ini, semua orang bisa memahami pajak melalui pengalaman interaktif yang lebih seru dan menyenangkan.

Apakah bisa? Sangat mungkin!

Konsep Gamifikasi, jawabannya.

Melalui gamifikasi, materi pajak yang kompleks dapat diubah menjadi permainan seru dengan skenario nyata.

Mulai dari menjawab kuis, mengumpulkan poin, hingga naik level sesuai pemahaman. Seluruhnya dikemas seperti sedang bermain game sungguhan.

Hasilnya? Proses belajar jadi lebih engaging dan tidak membosankan.

Bukan cuma sebagai hiburan, metode ini juga punya tujuan besar, yakni menumbuhkan kesadaran pajak sejak dini.

Tidak jarang, rendahnya literasi pajak di tengah masyarakat dikarenakan generasi muda merasa topik ini jauh dari keseharian mereka.

Padahal, pajak adalah sumber utama penerimaan negara yang manfaatnya kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan, pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.

Apabila generasi muda terbiasa dengan konsep gamifikasi tersebut, maka memahami kewajiban pajak akan terasa lebih natural. Belajar pajak menjelma sebagai pengalaman menyenangkan yang meninggalkan kesan mendalam.

Apa Itu Gamifikasi?

Secara sederhana, Gamifikasi adalah penerapan elemen permainan dalam konteks non-game, dengan tujuan meningkatkan keterlibatan (engagement) dan motivasi pengguna.

Elemen seperti poin, level, badge, leaderboard, maupun reward membuat sebuah aktivitas yang tadinya membosankan terasa lebih mengasyikkan.

Dr. Karl Kapp dalam bukunya yang bertajuk The Gamification of Learning and Instructions mengungkapkan, gamifikasi dapat mendorong motivasi instrinsik melalui tantangan, feedback instan, serta perasaan mencapai sesuatu.

Contoh implementasi konsep gamifikasi sudah sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pada sejumlah aplikasi mobile:

  1. Duolingo

Aplikasi ini sukses membuat jutaan orang betah berlatih bahasa karena ada sistem level, streak harian, hingga hadiah virtual. Belajar jadi terasa seperti main game.

  1. Google Fit & Strava

Keduanya merupakan aplikasi kesehatan yang menggunakan poin, lencana, dan grafik sehingga membuat orang bersemangat menjaga pola hidup sehat.

  1. Grab & Gojek

Hadirnya sistem poin loyalti, level membership, hingga challenge harian sukses membuat pengguna lebih sering memakai aplikasi.

  1. Kampanye lingkungan

Beberapa komunitas diketahui menerapkan gamifikasi, misalnya dengan memberi “green points” setiap kali seseorang membawa tumbler atau melakukan aksi ramah lingkungan.

Dari berbagai contoh di atas, kita dapat menarik benang merah. Yaitu, aktivitas yang tadinya terkesan biasa saja bahkan melelahkan, bisa terasa lebih ringan dan menyenangkan ketika dikemas dengan sistem gamifikasi.

Tantangan Literasi Pajak di Kalangan Muda

Sebelum membahas lebih jauh soal gamifikasi pajak, kita perlu melihat persoalan utamanya.

  • Literasi rendah: Banyak anak muda tidak tahu apa itu NPWP, bagaimana cara lapor SPT, atau mengapa pajak penting.
  • Anggapan pajak membebani: Ada kesan bahwa pajak hanya “mengambil” dari masyarakat, padahal manfaatnya besar untuk pembangunan.
  • Proses kaku: Bagi generasi yang terbiasa dengan aplikasi user-friendly, prosedur perpajakan yang formal sering dianggap rumit.

Padahal, generasi muda adalah calon wajib pajak masa depan. Jika sejak dini mereka bisa memiliki pengalaman positif terkait pajak, tingkat kepatuhan di masa depan tentu akan lebih baik.

Bagaimana Jika Pajak Digamifikasi?

Apa jadinya jika aplikasi resmi pajak dikemas layaknya permainan edukatif? Alih-alih hanya berisi form dan hitungan, pengguna akan menemukan tantangan, lencana pencapaian, hingga reward menarik.

Beberapa fitur yang bisa dihadirkan, antara lain:

  1. Level Kepatuhan
    • Setiap wajib pajak yang rutin melapor SPT dan membayar tepat waktu bisa naik level.
    • Ada badge khusus, misalnya Tax Rookie, Tax Warrior, hingga Tax Hero.
  2. Poin Literasi Pajak
    • Pengguna bisa mendapatkan poin dengan menyelesaikan kuis sederhana seputar perpajakan.
    • Contohnya: “Apa fungsi NPWP?” atau “Ke mana pajak digunakan?”
  3. Reward & Benefit
    • Poin kepatuhan bisa ditukar dengan digital badge atau bahkan voucher belanja hasil kerja sama dengan marketplace.
    • Ini bukan berarti pajak “dibayar dengan hadiah”, tapi lebih ke bentuk apresiasi kecil yang mendorong pengalaman positif.
  4. Leaderboard Komunitas
    • Ada papan peringkat kepatuhan antar komunitas. Bisa dibagi dalam kategori UMKM, karyawan perusahaan, atau mahasiswa.
    • Hal ini akan menciptakan semangat kolektif, bahkan kebanggaan tentang siapa paling rajin dan patuh.
  5. Simulasi Interaktif
    • Fitur “game simulasi” yang memungkinkan anak muda mencoba bermain peran sebagai pengusaha kecil, menghitung penghasilan, lalu memahami pajak yang harus dibayarkan.
    • Dengan cara ini, mereka belajar bahwa pajak bukan “uang yang hilang”, melainkan kontribusi untuk negara.

Mengapa Gamifikasi Penting untuk Pajak?

  1. Mengubah persepsi

Pajak tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan aktivitas positif yang bisa memberikan kepuasan tersendiri.

  1. Meningkatkan literasi

Melalui kuis, tantangan, maupun simulasi, masyarakat lebih cepat memahami konsep pajak secara menyenangkan.

  1. Mendorong kepatuhan

Orang cenderung lebih konsisten jika ada reward system. Sama halnya dengan orang yang rajin olahraga karena aplikasi memberi badge tertentu.

  1. Relevan dengan generasi muda

Generasi digital sangat akrab dengan game, aplikasi, dan sistem poin. Laporan GWI dan Data Reportal menyebut, per Kuartal IV 2023, 84,7% pengguna internet berusia 16-64 tahun bermain video games. Dengan gamifikasi, pajak bisa masuk ke “bahasa” mereka.

Tantangan Gamifikasi Pajak

Tentu saja, ide ini bukan tanpa hambatan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Data dan privasi: Sistem gamifikasi harus tetap menjaga kerahasiaan data wajib pajak.
  • Tidak boleh disalahartikan: Pajak tetap kewajiban hukum. Gamifikasi hanyalah tools untuk edukasi dan motivasi, bukan “bermain-main dengan aturan”.
  • Butuh kolaborasi lintas pihak: DJP tidak bisa sendiri, perlu kerja sama dengan startup teknologi, komunitas, hingga e-commerce.

Belajar Pajak Cara Asyik, Kenapa Nggak?

Generasi muda hari ini hidup di dunia digital yang penuh interaksi, poin, dan badge. Mereka terbiasa dimotivasi dengan cara yang ringan, tetapi tetap efektif.

Maka, mengapa kita tidak mencoba hal yang sama untuk mendorong literasi dan kepatuhan pajak?

Gamifikasi pajak bukan berarti meremehkan kewajiban negara, melainkan strategi kreatif guna membangun hubungan yang lebih positif antara masyarakat dan pajak.

Jika generasi muda sejak dini terbiasa melihat pajak sebagai aktivitas yang menyenangkan, masa depan penerimaan negara akan jauh lebih cerah.

Bukan tidak mungkin, suatu hari nanti, seorang anak muda dengan bangga menunjukkan badge “Tax Hero” di aplikasi mereka. Bukan karena ingin pamer, tapi karena sadar bahwa membayar pajak merupakan bagian dari kontribusi nyata untuk Indonesia.

Itu semua bisa dimulai dengan satu langkah sederhana, yakni membuat pajak terasa seperti sebuah permainan yang menyenangkan.

Category: Thoughts

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Belajar Pajak Bisa Lebih Asyik, Seperti Main Game!
  • Gen Z Cari Kost? Jangan Cuma Nyaman, Sekalian Cuan di NgeKost D’Paragon dan Djurkam
  • Resensi Novel Kisah Sang Penandai – Tere Liye: Sampai Kapan Kamu Mampu Percaya?
  • Resensi Novel Tentang Kamu – Tere Liye: Pilihan Di Tengah Luka
  • Resensi Ayat-Ayat Cinta 2: Islamopobia, Amalek, dan Fahri yang Terlalu Sempurna

Recent Comments

  1. Gen Z Cari Kost? Jangan Cuma Nyaman, Sekalian Cuan di NgeKost D’Paragon dan Djurkam on Resensi Novel Girls in The Dark: Siapa Ingin Membunuh Siapa
  2. Resensi Ayat-Ayat Cinta 2: Islamopobia, Amalek, dan Fahri yang Terlalu Sempurna on Resensi Novel Pergi: Memburu Makna Hidup di Belantara Shadow Economy
  3. Resensi Novel Memory of Glass: Mencari Pecahan Ingatan Seorang Pembunuh on Resensi Novel Girls in The Dark: Siapa Ingin Membunuh Siapa

Archives

  • August 2025
  • July 2025
  • October 2023
  • September 2023
  • August 2023
  • March 2023
  • February 2023
  • January 2023

Categories

  • Books
  • Lifestyle
  • Thoughts
© 2025 HaryBlog.com | Powered by Minimalist Blog WordPress Theme